Monday 23 October 2017

Jual Buku Hukum Adat Perkembangan dan Pembaruannya di Indonesia

By.
     
      Teuku Muttaqin Mansur




ULASAN RINGKAS BUKU:

Buku Hukum Adat Perkembangan dan Pembaruannya di Indonesia karya Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H mengulas tentang hukum adat di Indonesia yang selama ini masih dipahami hanya sebagai hukum tidak tertulis saja.

Dewasa ini, kehadiran hukum moderen tanpa disadari mulai mempositifkan kedudukan hukum adat [positivisasi hukum adat] melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Upaya ini memberi sinyal bahwa sistem hukum adat yang pure sebagai hukum tidak tertulis lambat laun akan menjadi hukum positif. Perkembangan dan pembaruan sistem hukum adat yang demikian dapat mempengaruhi keistimewaan hukum adat itu sendiri, yang dari pengalaman ratusan tahun lamanya, masih tetap bertahan sebagai unwritten law tanpa ada yang merecokinya. Buku ini, diawali dengan mengetengahkan uraian pertarungan antara hukum adat (unwritten law) dengan hukum positif (positivistic law), dan diakhiri dengan uraian pembaruan hukum adat. 

Buku tersebut juga terdiri dari 12 bab yang penekanan ulasan pada setiap bab adalah sebagai berikut:

Bab ke 1 buku ini, diawali dengan mengetengahkan uraian pertarungan antara hukum adat (unwritten law) dengan hukum positif (positivistic law). Bab 2 akan diuraikan  definisi adat dan hukum adat. Tidak hanya pendapat pakar yang dikutip sebagai sumber, tetapi juga pengertian diambil dari beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan.

Bab ke 3, akan diuraikan terkait dengan keadaan hukum adat, baik dalam arti materil maupun dalam arti formil (peradilan adat) pada masa kolonial. Seperti diketahui bahwa, awal kedatangan penjajah Belanda ke Nusantara, rakyat yang saat itu berada dibawah kekuasaan raja-raja dipaksa tunduk kepada hukum kolonial, namun kuatnya perlawanan rakyat, akhirnya menyebabkan Belanda mengakomodir kehadiran hukum adat dan peradilan adat menjadi bagian hukum yang diterapkan Belanda di wilayah jajahan.

Bab ke 4 akan berbicara keadaan hukum adat pada masa kemerdekaan Indonesia sejak 17 Agustus 1945. Dan hal yang mengecewakan pada masa itu adalah,  lahirnya Undang-Undang Darurat tahun 1951, di mana peradilan adat akan dihapuskan secara berangsur-angsur, dan yang masih diakui adalah peradilan perdamaian yang dijalankan oleh hakim desa. Mulai dari sinilah bermula terjadi pelemahan terhadap keberadaan hukum adat dan peradilan adat dalam sistem hukum nasional Indonesia. Setelah reformasi, angin segar bangkitnya hukum adat dan peradilan adat kembali bergairah. Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.” Ketentuan ini kemudian dielaborasi oleh sejumlah daerah menghidupkan kembali hukum adat.

Bab 5, akan diuraikan sejumlah teori lahirnya hukum adat. Teori Zat adalah salah satu teori yang coba saya kembangkan dengan menyatakan bahwa, sesungguhnya teori-teori yang dibangun oleh pakar barat sebenarnya berasal dari teori zat. Teori zat ini berasal dari hadih maja (petatah-petitih) yang dijadikan pegangan hidup orang Aceh, “adat ngoen hukoem hanjeut cree, lagee zat ngoen sifeut” (adat dan hukum (hukum Islam) tidak dapat diceraiberaikan seperti zat (zat Allah) dengan sifat (sifatnya Allah). Bab ini juga akan mengetengahkan terkait dengan masyarakat hukum adat.

Bab 6, akan diruaikan terkait dengan corak dan sistem hukum adat, pendapat yang dominan yang dikutip dalam bab ini adalah pandangan Hilman Hadikusuma. Ini dilakukan karena sangat sedikit sekali ditemukan bahan-bahan baru. Memang didapatkan beberapa buku baru yang ditulis dalam 3 tahun terakhir oleh penulis lain, namun ketika berbicara terkait dengan corak dan sistem hukum adat, mereka juga mengutip pendapat Hilman Hadikusuma.

Bab 7, akan membicarakan berkaitan dengan hukum keluarga dan hukum perkawinan. Sedikit sebanyak dalam bab ini coba disandingkan dengan praktik hukum keluarga dan hukum perkawinan dalam masyarakat yang dominan Islam seperti di Aceh.

Bab 8, terkait dengan waris adat. Selain definisi menurut hukum adat, definisi lainnya, terutama dari pandangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) turut dipaparkan dalam bab ini.

Bab 9, tanah dalam hukum adat. Karena kurangnya bahan rujukan, maka bahan dalam bab ini lebih banyak bersumber dari tulisan R. Van Dijk. Walaupun demikian, pendapat lain termasuk dari peraturan perundang-undangan tetap disandingkan. Hal-hal baru yang melingkupi pertanahan adat juga dikemukakan, seperti konsep gala di Aceh. Bab ini akan menguraikan hak-hak persekutuan atas tanah, hak-hak perseorangan atas tanag, pembentukan hak-hak atas tanah, perpindahan hak-hak atas tanag, dan transaksi menyangkut tanah.

Bab 10, hukum pidana adat. Selain menguraikan pengertian hukum pidana adat, lahirnya delik adat, pemberlakuan pidana adat, persingungan pidana adat dengan pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana adat tertentu, dan sifat pidana adat turut diketengahkan dalam bab ini.

Bab 11, peradilan adat. Di sini diuraikan dengan sangat detail terkait dengan seluk beluk peradilan adat di Indonesia. Meskipun yang diuraikan terkait pelaksanaan peradilan adat di Aceh lebih dominan, akan tetapi peradilan adat di daerah lain seperti peradilan adat di Papua, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah dan beberapa daerah lain turut dipaparkan. Boleh dikatakan, bab ini adalah bab yang mengupas tuntas peradilan adat di Indonesia.

Bab 12, terkait menuju pembaruan hukum adat. Walaupun tulisan bab ini tidak panjang, namun pemikiran inti yang ditawarkan sebagiannya ada dalam bab ini. Bab ini menjustifikasikan, mengapa hukum adat dikatakan sudah terjadi pembaruan.

SPESIFIKASI BUKU:

Penerbit     : Bandar Publishing
Percetakan: Bandar
ISBN            : 978-602-5440-00-7
Cetakan I   : September 2017
Halaman   : xxxviii + 255 hlm
Harga     : Rp. 60.000, (tidak termasuk ongkos kirim).

Kata Pengantar:
Prof. Dr. Faridah Jalil
(Fakulti Undang-Undang Malaysia)
Kamaruzzaman Bustamam-Ahamd, Ph.D (Penulis Buku Acehnologi).

Pemasanan buku dan korespondensi dapat dilakukan melalui:
E-mail                      : tmuttaqien@gmail.com
Yahoo Messenger : teuku muttaqien 


BIODATA PENULIS:
Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H.  lahir di Meunasah Mulieng, Pidie Jaya pada 5 September 1979. Lulusan Program Doktoral (S3) pada Fakulti Undang-Undang Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini berhasil menyelesaikan kajian Disertasi dalam bidang ilmu hukum adat dengan judul: Adat Court in The Urban Society in Aceh: Suggestions for Improvements (Melayu Malaysia: Mahkamah Adat dalam Masyarakat Bandar di Aceh, Satu Cadangan Penambahbaikan) pada  tahun 2015. Keilmuan hukum adat yang dimiliki mengikuti jejak ayahnya yang aktif dan peduli pada pengembangan hukum adat dan adat istiadat. Terakhir ayahnya (sebelum meninggal dunia saat tsunami Aceh 26 Desember 2004) pernah menjabat sebagai Sekretaris Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Pidie, Aceh. Sejak tahun 2008 mengajar mata kuliah Hukum Adat dan Hukum Pidana Adat pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala dan di beberapa Fakultas Hukum pada Universitas lain di Kota Banda Aceh.

Dr. Teuku Muttaqin Mansur is a lecturer at Law Faculty Syiah Kuala University teaching in the area of Customary Law since 2008. He was diligently comprehensing and learning Customary Law until he has successfully accomplished his Doctorate Program at Law Faculty of National University of Malaysia (UKM) focusing on the area of Customary Law and the title of his Dissertation is “Adat Court in the Urban Society in Aceh: Suggestions for Improvement in 2015”. In 2017 he also productively wrote a book entitled “The Improvement of Customary Law and its Reform in Indonesia”. In addition, at the same year (2017) he was also selected as a rewarded lecturer at Faculty level and rewarded lecturer II at University level in the area of Social Humaniora. He was born in Meunasah Mulieng, Meureudu, Pidie Jaya on 05 th September 1979. Over the last years he has been actively involved as a Customary Law researcher, especially in Aceh, thus making him more confident to take part and to contribute in that area.

Tulisan/karya lain Teuku Muttaqin dapat dilayari melalui google scholar berikut: 
https://scholar.google.com/citations?user=P32QmHAAAAAJ&hl=en&authuser=1

 Info lanjut dapat ditelusuri melalui:


Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Mengenang 15 Tahun Tsunami; Wajah Ayah Selalu Membayang

Oleh:   Teuku Muttaqin Mansur (Anak salah seorang korban tsunami 26 Desember 2004) Ayah saya, Teuku Haji Mansur bin Muda Gade, l...