Saturday 8 September 2012

Riwayat Singkat Kubu Anuek Manyak di Aceh

By
       Teuku Muttaqin Mansur



Tulisan di bawah ini merupakan tulisan saya kutip dari tulisan Pemangku Adat Wilayah Geumpang, Pidie, Aceh yang  ditempelkan  pada dinding balai berdekatan dengan  makam  tersebut. Saya telah  menziarahi kubu itu pada tanggal 10 September 2008 lalu.

Kubu Anuek Manyak di Geumpang, Pidie, Prov. Aceh
Adapun kuburan yang berada di sini di sebut kubu Anuek Manyak (kuburan anak-anak), yang pada dasarnya di tempat ini dikuburkan dua (2) orang mayat, satu diantaranya adalah seorang lelaki dewasa dan yang seorang lagi adalah mayat anak laki-laki yang berumur 4 tahun.kedua orang tersebut merupakan korban pembunuhan dengan tujuan perampokan, sesuai sumber yang diperoleh kejadian ini terjadi sekitar tahun 1925.

Di daerah ini sejak zaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1925 telah dibangun jalan setapak yang menghubungkan kecamatan Geumpang, Pidie dengan kecamatan sungai Mas, Aceh Barat. Sejak dulu jalan ini sudah ramai digunakan oleh pejalan kaki, baik oleh serdadu belanda untuk patrol maupun oleh pejuang Aceh yang pada saat itu di sebut Muslimin. Dalam rangka membawa serta mencari informasi antara Pidie dengan Meulaboh, jalan ini juga berfungsi sebagai sarana perekonomian yang saat itu sangat menonjol perdagangan ternak hewan (kerbau) yang berasal dari daerah pedalaman Meulaboh dipasarkan ke daerah Pidie.

Dengan demikian terjadilah pembauran antara masyarakat Meulaboh dengan masyarakat Pidie yang wujudnya banyak masyarakat Pidie berumah tangga (kawin) di Meulaboh begitu juga sebaliknya yang hingga kini kedua daerah tersebut kedua daerah tersebutbanyak masyarakat yang memiliki ikatan keturunan. 

Tersebutlah kisah yaitu seorang laki-laki yang bernama Tgk. Murhaban yang berasal dari Meulaboh (Desa Aslinya tidak di ketahui) dalam perjalanan pulang-pergi antara Meulaboh dan Pidie sekitar tahun 1932 berumah tangga (kawin) dengan seorang perempuan Pidie (Geumpang Keumala) yang bernama Maisarah. Dan dari hasil perkawinan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki namun menjelang anak itu berumur 4 tahun, Maisarah  ibunya meninggal dunia. Sejak itu tinggallah Tgk Murhaban dengan anaknnya tersebut.

Selang beberapa bulan setelah kematian isterinya kira-kira pertengahan tahun 1935, TGK Murhaban  memutuskan akan pulang dan menetap di Meulaboh, hal tersebut disampaikan kepada mantan mertuanya. Sesudah mendapatkan persetujuan dari mantan mertua, TGK Murhaban menjual semua harta bendanya yang tidak bergerak untuk dijadikan uang, emas dan harta benda yang akan di bawa pulang TGK Murhaban ke daerah asalnya (Meulaboh).

Atas rencana tersebut TGK Murhaban membertahukan kepada seluruh sahabat serta teman-temannya. Salah seorang temannya mendatangi mendatangi Tgk Murhaban untuk menanyakan  kapan rencana keberangkatannya. Hal tersebut disambut baik oleh TGK Murhaban dan ia tidak menaruh curiga walaupun temannya tadi tidak bermaksud baik kepadanya.

Pada hari yang ditetapkan berangkatlah TGK Murhaban beserta anaknya ditemani temannya tadi. Setelah beberapa hari berjalan, maka pada suatu sore rombongan TGK Murhaban tiba di Geumpang tepatnya di Gampong Bangkeh dan ia langsung mendatangi rumah Geusyik yang pada saat itu di jabat oleh M. Daud. Keesokan harinya memberikan bekal berupa bu kulah (nasi bungkus) ketiga orang tersebut melanjutkan perjalanan ke Meulaboh tetapi 2 hari kemudian teman TGK Murhaban sudah pulang ke Geumpang dan berjumpa dengan Geusyik M Daud dan beberapa masyarakat lainnya. Orang itu menceritakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Meulaboh karena badannya terserang demam, ia khawatir sakitnya semakin parah, oleh karena itu ia memutuskan untuk pulang ke kampung dan pada hari itu pula orang itu meninggalkan Geumpang.

Keesokan harinya, di Geumpang datanglah serombongan serdadu Belanda yang berangkat dari Meulaboh menuju Pidie dalam tugas operasi. Setelah tiba di Geumpang tepatnya di Gampong Bangkeh, mereka langsung menjumpai Geusyik dan menanyakan apakah ada diantara masyarakat dalam beberapa hari ini menuju Meulaboh, dan pimpinan serdadu tersebut menceritakan bahwa mereka melihat 2 orang mayat tergeletak di kawasan Neungoh Ukhue Kayee (pendakian akar kayu) dan mereka menyebutnya bahwa mayat tersebut bekas penganiayaan/pembunuhan. Setelah dikumpulkan beberapa informasi yang ada pada saat itu berat dugaan mayat tersebut adalah TGK Murhaban dan anaknya. Pada saat itu juga atas perintah Ulee Balang melalui Geusyik langsung diperintahkan beberapa orang masyarakat untuk melihat dan menguburkan 2 mayat tersebut. Dua hari kemudian rombongan yang di utus itu sudah kembali ke Geumpang dan langsung melaporkan kepada Geusyik bahwa mayat yang baru saja mereka kebumikan benar mayat TGK Murhaban dan anaknya yang meninggal akibat penganiayaan (leher digorok) karena sudah agak membusuk kedua mayat tersebut dikembumikan dalam satu lobang.

Hal tersebut oleh Geusyik melaporkan ke Ulee Balang yang untuk selanjutnya diadakan penyelidikan dan setelah terkumpul beberapa informasi berat dugaan bahwa yang membunuh TGK Murhaban adalah temannya sendiri. Maka atas dasar tersebut ditangkaplah teman yang menemani TGK Marhaban tempo hari. Ternyata sesudah diperiksa secara teliti orang tersebut mengaku sesungguhnya benar ia yang membunuh TGK Murhaban dengan tujuan perampokan harta benda yang dibawa TGK Murhaban, maka atas pengakuan tersebut ia dijatuhi hukuman.

Atas dasar tersebut maka banyak orang menganggap kuburan ini adalah kuburan keramat karena merupakan kuburan anak-anak yang dianiaya.

Demikianlah sejarah singkat tentang kuburan ini yang dapat penulis sajikan mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua. Amin yarabbal alamin
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Mengenang 15 Tahun Tsunami; Wajah Ayah Selalu Membayang

Oleh:   Teuku Muttaqin Mansur (Anak salah seorang korban tsunami 26 Desember 2004) Ayah saya, Teuku Haji Mansur bin Muda Gade, l...